Situs Candi Jolotundo, atau yang kerap disebut Petirtan Jolotundo,
adalah salah satu peninggalan sejarah kerajaan sebelum Majapahit. Situs berupa
candi dengan air yang mengalir dari berbagai sudut candi itu dibuat pada tahun
997 Masehi. Zaman Airlangga pada masa kejayaan Kerajaan Kahuripan.
Konon waktu itu, bangunan berukuran panjang 16,85 meter dengan
lebar 13,52 meter dan tinggi 5,2 meter itu menjadi tempat pemandian para
petinggi kerajaan. Dalam sejarah diketahui bahwa Raja Udayana yang berasal dari
Bali telah menikah dengan Putri Guna Priya Dharma dari Jawa. Dari perkawinan
lahirlah Airlangga Tahun 991 M. Jadi tahun 997 M yang terdapat pada dinding merupakan
pembuatan Petirtaan Jolotundo yang dipersiapkan Udayana.
Candi ini merupakan monumen cinta kasih Raja Udayana untuk
menyambut kelahiran anaknya, Prabu Airlangga, yang dibangun 997 M. Sumber lain
menyebutkan bahwa candi ini adalah tempat pertapaan Airlangga setelah
mengundurkan diri dari singgasana dan diganti anaknya.
Satu
dari dua kolam mandi itu memang tempat mandi sekaligus berendam sang ratu.
Sebuah kolam lainnya untuk sang raja. Dan hingga sekarang pembagian tempat
berdasarkan gender tersebut masih berlaku bagi pengunjung. Di dinding batu khas bangunan candi itu
diberi petunjuk “Pria” di kolam mandi sebelah timur, dan “Wanita” di barat.
Jika dilihat lebih detail, bangunan yang terbuat dari batu andesit
ini memang menampakkan keistimewaan. Pahatan relief yang halus, menandakan jika
proses pembuatannya membutuhkan tenaga terampil. Juga bentuk bangunan yang
terkesan tidak biasa dengan 52 pancuran airnya. Ke 52 pancuran itu memuntahkan
air jernih yang tanpa henti meski musim kemarau tiba.
kondisi candi sendiri dapat dibilang tidak banyak mengalami
perubahan dari bentuk aslinya sendiri. Selain bangunan utama candi sendiri yang
terdiri dari dua bilik kolam kecil untuk pemandian raja dan ratu yang masih
dapat digunakan sampai sekarang, petirtaan ini juga terdapat 52 pancuran yang
airnya bersumber dari mata air pegunungan asli yang mengalir terus sampai ke
sebuah kolam yang ada di tengah. Ratusan ikan berbagai jenis, tumbuh liar di
kolam bagian bawah. Meski demikian, tak satupun pengunjung yang berani
mengambik ikan-ikan itu. Mereka percaya, mengambil ikan di lokasi ini akan
berbuntut petaka. Lantaran itu, pengunjung lebih memilih memberi makan ikan
dari pada mengambilnya.
Disekitar pemandian, nampak bongkahan batu situs berbagai ukuran
telah dikumpulkan secara rapi dalam satu tempat khusus. Mestinya bongkahan batu
tersebut merupakan bagian bangunan dari situr petirtaan jolotundo, namun karena
belum diketahui bagaimana bentuk sebenarnya, maka proses rekonstruksinya belum
bisa dilakukan. Beberapa diantara bongkahan tersebut, nampak coba disusun
membentuk suatu bagian bangunan
Di sisi kiri dan kanan bangunan bagian atas, terdapat dua kolam
kecil yang saat ini dimanfaatkan pengunjung untuk mandi dan berendam. Terpisah
untuk pengunjung laki-laki dan perempuan, pengunjung tak diperbolehkan untuk
mandi menggunakan shampoo dan sabun. Ini untuk menjaga kemurnian air kolam.
Juga untuk menjaga ekosistem ikan-ikan yang berada di bagian bawah kolam
pemandian.
salah satu
hal yang istimewa dari lokasi wisata ini tidak hanya dari bentuk dan suasana
alamnya saja yang menyejukan, tapi juga kualitas air yang mengalir dari 52
pancuran yang ada di petirtaan ini terbukti merupakan salah satu dari kualitas
air terbaik di dunia.
Dari dua kali penelitian
oleh tim dari Belanda, kualitas air petirtan Jolotundo ini telah dibuktikan.
Penelitian tahun 1985, kualitas air di petirtan Jolotundo menduduki rangking 5
dunia menurut juru pelihara yang juga
petugas Pelestarian Peninggalan
Purbakala (BP3) Trowulan.
Penelitian kedua juga dilakukan arkeolog pada tahun 1991. Hasilnya, kualitas air
petirtan Jolotundo menduduki peringkat 3 dunia. Tentu saja hasil itu bukan
main-main. Karena ternyata, kandungan mineral air petirtan ini sangat tinggi.
Itupun bisa dibuktikan jika kita menyimpan air ini dalam jangka waktu yang
lama.[1]
Oleh beberapa kalangan, air petirtan Jolotundo tak hanya diyakini
memiliki kandungan mineral yang tinggi. Lebih dari itu, sebagian mereka percaya
jika ada obat awet muda di dalamnya. Lagi-lagi, karena kayanya kandungan bahan
alami dari air yang bersumber dari pegunungan itu.
Karena Candi Jolotundo adalah pemandian ratu, Lokasi seluas 1
hektar ini bukan hanya menjadi tempat wisata sejarah saja. banyak para pengalap
berkah yang mandi di pemandian Jolotundo di zaman sekarang menginginkan
kecantikan secantik ratu di jaman Majapahit. Pengunjung yang bakal melakukan
ritual inilah bertujuan untuk ngalap berkah. Berkah yang diharapkan oleh ritualis wanita adalah untuk
menambah kecantikan dan awet muda.
Khusus pada malam 1 Muharam atau 1 Suro tepat pada bulan purnama,
Jolotundo dijejali pengunjung. Sebagian besar untuk melakukan kegiatan ritual
dan sebagian lain sekedar menikmati siraman purnama obyek wisata di tengah
hutan rimba tersebut.
Selain syarat akan nilai sejarah dan mitos yang begitu kental,
kawasan wisata ini juga memiliki fasilitas rekreatiif lainnya seperti gazebo
dan taman bermain anak yang dapat digunakan oleh pengunjung. Untuk masuk
kelokasi pengunjung dikenakan tiket masuk sebesar Rp. 3.000,-.
Sayangnya, keistimewaan Petirtan Jolotundo tak banyak dinikmati
banyak orang. Selain karena keberadaannya yang tidak banyak diketahui orang dan
fasilitasnya yang kalah men arik dengan pemandian – pemandian atau waterboom di
sekitarnya salah satu kekurangannya adalah akses jalan menuju lokasi. Selain
sempit, kerusakan jalan juga banyak ditemukan. Untuk menuju lokasi, wisatawan
juga harus merogoh kocek yang cukup dalam untuk transportasi. Pasalnya, tak ada
angkutan umum yang melintas di jalur wisata ini. Bahkan pada malam hari,
wisatawan harus rela membayar Rp20 ribu jasa ojek hingga ke lokasi. Selain itu,
masih belum ada wisata pendukung yang bisa dijadikan wisata di lokasi itu. Tak
ayal, wisatawan hanya disuguhi pemandangan petirtan, tanpa ada wisata tambahan
.
Namun tidak
ada salahnya mengunjungi lokasi wisata yang sarat akan nilai sejarah dan
keasrian alamnya, kususnya bagi anda pecinta sejarah karena kawasan Jolotundo
juga dapat dijadikan titik awal menuju 17 candi lain yang tersebar di sepanjang
jalur pendakian Gunung Penanggungan. Situs situs ini akan menjadi tantangan
sendiri bagi pecinta sejarah
Candi
Jolotundo terletek di lereng Gunung Penanggungan, tepatnya Desa Seloliman,
Kecamatan Trawas. Jarak dari kota Surabaya + 55 km, dapat dicapai dengan
kendaraan pribadi.
Keunikan
petirtaan ini adalah debit airnya yang tidak pernah berkurang meskipun musim
kemarau. Berdasarkan penelitian, kualitas airnya terbaik di dunia dan kandungan
mineralnya sangat tinggi.
Candi
Jolotundo merupakan bangunan petirtaan yang dibuat pada zaman Airlangga
(kerajaan Kahuripan).
Di sekitar
candi, disediakan pendopo dan gazebo untuk menikmati suasana sejuk dan nyaman.
Kawasan Jolotundo juga dapat dijadikan titik awal menuju 17 candi lain yang
tersebar di sepanjang jalur pendakian Gunung Penanggungan. Lebih kurang 1 km
sebelum candi Jolotundo terdapat Pusat Pendidikan Lingkungan Hidup (PPLH)
Seloliman.
SEJARAH
CANDI JOLOTUNDO
Ada sejarah
penting yang berhubungan dengan keberadaan Candi Jolotundo adalah angka 997 M
yang dipahatkan di sebelah kanan tulisan Yenpeng kiri dinding belakang. Disitu
juga terdapat tulisan di sudut tenggara.
Dalam
sejarah diketahui bahwa Raja Udayana yang berasal dari Bali telah menikah
dengan Putri Guna Priya Dharma dari Jawa. Dari perkawinan lahirlah Airlangga
Tahun 991 M. Jadi tahun 997 M yang terdapat pada dinding merupakan pembuatan
Petirtaan Jolotundo yang dipersiapkan Udayana.
Candi ini
merupakan monumen cinta kasih Raja Udayana untuk menyambut kelahiran anaknya,
Prabu Airlangga, yang dibangun 997 M. Sumber lain menyebutkan bahwa candi ini
adalah tempat pertapaan Airlangga setelah mengundurkan diri dari singgasana dan
diganti anaknya
Satu dari
dua kolam mandi itu memang tempat mandi sekaligus berendam sang ratu. Sebuah
kolam lainnya untuk sang raja. Dan hingga sekarang pembagian tempat berdasarkan
gender tersebut masih berlaku bagi pengunjung.
Di dinding
batu khas bangunan candi itu diberi petunjuk “Pria” di kolam mandi sebelah
timur, dan “Wanita” di barat.
TRADISI DI
CANDI JOLOTUNDO
Karena Candi
Jolotundo adalah pemandian ratu, maka banyak para pengalap berkah yang mandi di
pemandian Jolotundo di zaman sekarang menginginkan kecantikan secantik ratu di
jaman Majapahit.
Pengunjung
yang bakal melakukan ritual inilah bertujuan untuk ngalap berkah. Berkah
yang diharapkan oleh ritualis wanita
adalah untuk menambah kecantikan dan awet muda.
Khusus pada
malam 1 Muharam atau 1 Suro tepat pada bulan purnama, Jolotundo dijejali
pengunjung. Sebagian besar untuk melakukan kegiatan ritual dan sebagian lain
sekedar menikmati siraman purnama obyek wisata di tengah hutan rimba tersebut.
eastjava.com
Petirtaan
Jolotundo, adalah sebuah bangunan masa lampau yang dulu merupakan pemandian
atau kolam yang dibuat pada masa kerajaan Majapahit. Petirtaan Jolotundo
terletak di desa Seloliman, Trawas, Kabupaten Mojokerto, tepatnya terletak di
lereng Gunung Bekal, yaitu salah satu puncak Gunung Penanggungan. Petirtaan
Jolotundo memiliki panjang 16,85 M, lebar 13,52 M dan kedalaman 5,20 M dengan
material utama dari batu andesit.
Menurut
sejarahnya, petirtaan ini merupakan kolam cinta yang dibangun oleh Udhayana,
raja Bali, yang menikah dengan putri Guna Priya Dharma dari Jawa. Dari
perkawinan tersebut lahirlah Airlangga pada 991 M. Lalu pada tahun 997 M, raja
Udhayan membangun kolam ini, sesuai dengan angka yang tertera di dinding kolam,
yang disiapkan untuk menyambut kelahiran putra Airlangga.
Saat ini
kolam ini bisa dikunjungi siapa saja, sebagai salah satu warisan budaya
Indonesia. Selain dari nilai histori yang ada, petirtaan Jolotundo ini semakin
unik karena memiliki debit air yang tak pernah kering, walaupun di saat musim
kemarau. Memiliki kandungan mineral yang tinggi, membuat air dalam kolam
Jolotundo dinyatakan sebagai air terbaik di dunia setelah zam-zam.
sindonews.com
Petirtan
Jolotundo, menjadi salah satu daya tarik wisata sejarah di Kabupaten Mojokerto.
Bangunan berupa pemandian berbentuk candi yang dibangun pada masa kejayaan
Kerajaan Kahuripan itu masih banyak diminati wisatawan sebagai tempat rekreasi
maupun tempat ritual. Tak hanya itu, banyak wisatawan yang hanya sekedar untuk
mengambil air petirtan yang konon memiliki berbagai khasiat, salah satunya
untuk obat awet muda.Tempat wisata yang berada di lereng Gunung Penanggung,
Desa Seloliman, Kecamatan Trawas ini seakan tak pernah mati. Baik siang maupun
malam hari, lokasi ini selalu saja ramai pengunjung. Tak hanya sekedar mandi di
dua kolam yang berada di masing-masing sisi bangunan, air petirtan juga menjadi
oleh-oleh bagi wisatawan. Penelitian yang dilakukan arkeolog dari Belanda tahun
1991 menyebutkan, kualitas air di petirtan Jolotundo menduduki peringkat ketiga
dunia. Lantaran berada di lereng pegunungan, lokasi wisata di tempat ini cukup
sejuk. Di tambah lagi pemandangan di kolam petirtan yang dihuni ratusan ikan
berbagai jenis. Ikan-ikan ini tumbuh dengan baik lantaran kualitas air yang
bagus. Tapi jangan salah, ikan-ikan ini tentu saja tak boleh diambil oleh
wisatawan. Konon juga, ikan-ikan itu merupakan penjaga kolam dan akan membawa
siap bagi siapa saja yang mengambilnya.
MOJOKERTO -
Petirtan Jolotundo menjadi salah satu aset sejarah dan wisata bernilai tinggi
yang dimiliki Kabupaten Mojokerto. Banyak misteri dan keunikan situs ini yang
masih belum diketahui khalayak. Salah satunya adalah kualitas air petirtan yang
konon nomor tiga terbaik dunia.
Situs Candi
Jolotundo, atau yang kerap disebut Petirtan Jolotundo, adalah salah satu
peninggalan sejarah kerajaan sebelum Majapahit. Situs berupa candi dengan air
yang mengalir dari berbagai sudut candi itu dibuat pada tahun 997 Masehi. Zaman
Airlangga pada masa kejayaan Kerajaan Kahuripan.
Konon waktu
itu, bangunan berukuran panjang 16,85 meter dengan lebar 13,52 meter dan tinggi
5,2 meter itu menjadi tempat pemandian para petinggi kerajaan. Dalam sejarah
disebut, bangunan ini sengaja dibuat Raja Udayana untuk menyambut kelahiran
putranya, Prabu Airlangga.
Jika dilihat
lebih detail, bangunan yang terbuat dari batu andesit ini memang menampakkan
keistimewaan. Pahatan relief yang halus, menandakan jika proses pembuatannya
membutuhkan tenaga terampil. Juga bentuk bangunan yang terkesan tidak biasa
dengan 52 pancuran airnya. Ke 52 pancuran itu memuntahkan air jernih yang tanpa
henti meski musim kemarau tiba.
Ratusan ikan
berbagai jenis, tumbuh liar di kolam bagian bawah. Meski demikian, tak satupun
pengunjung yang berani mengambik ikan-ikan itu. Mereka percaya, mengambil ikan
di lokasi ini akan berbuntut petaka. Lantaran itu, pengunjung lebih memilih
memberi makan ikan dari pada mengambilnya.
Di sisi kiri
dan kanan bangunan bagian atas, terdapat dua kolam kecil yang saat ini
dimanfaatkan pengunjung untuk mandi dan berendam. Terpisah untuk pengunjung
laki-laki dan perempuan, pengunjung tak diperbolehkan untuk mandi menggunakan
shampoo dan sabun. Ini untuk menjaga kemurnian air kolam. Juga untuk menjaga
ekosistem ikan-ikan yang berada di bagian bawah kolam pemandian.
Berada di
lereng gunung Penanggungan, tepatnya di Desa Seloliman, Kecamatan Trawas,
lokasi wisata ini terbilang istimewa. Selain bentuk bangunan candi yang memang
tak biasa, juga kualitas air yang dimiliki. Dari dua kali penelitian oleh tim
arkeolog dari Belanda, kualitas air petirtan Jolotundo ini telah dibuktikan.
"Penelitian
tahun 1985, kualitas air di petirtan Jolotundo menduduki rangking 5
dunia," terang Sunaji, juru pelihara yang juga petugas Balai Pelestarian
Peninggalan Purbakala (BP3) Trowulan.
Penelitian
kedua juga dilakukan arkeolog Belanda pada tahun 1991. Hasilnya, kualitas air
petirtan Jolotundo menduduki peringkat 3 dunia. Tentu saja hasil itu bukan
main-main. Karena ternyata, kandungan mineral air petirtan ini sangat tinggi.
Itupun bisa dibuktikan jika kita menyimpan air ini dalam jangka waktu yang
lama.
"Pernah
kita uji coba dengan menyimpan air ini selama 2 tahun. Bau, warna dan rasanya
tak berubah," tambahnya.
Oleh
beberapa kalangan, air petirtan Jolotundo tak hanya diyakini memiliki kandungan
mineral yang tinggi. Lebih dari itu, sebagian mereka percaya jika ada obat awet
muda di dalamnya. Lagi-lagi, karena kayanya kandungan bahan alami dari air yang
bersumber dari pegunungan itu. Sunajipun meyakini, karena dari sumber mata air
yang berada di dataran tinggi itu terdapat banyak tumbuhan rempah-rempah.
"Air
ini telah melalui penyaringan-penyaringan. Tapi memang, banyak tumbuhan
rempah-rempah di atas. Sehingga air ini diyakini bisa menjadi obat awet
muda," katanya.
Lokasi
seluas 1 hektar ini bukan hanya menjadi tempat wisata sejarah saja. Sebagian
orang justru memanfaatkan tempat tersebut sebagai tempat wisata religi. Tak
heran pada setiam malam Jumat, akan ada puluhan orang yang memilih berdiam diri
di tempat ini hingga pagi. Terlebih malam bulan purnama. Mereka meyakini tempat
ini memiliki kelebihan untuk memunculkan berbagai permintaan.
"Paling
ramai jika bulan purnama. Banyak yang semedi," tukasnya.
Sayangnya,
keistimewaan Petirtan Jolotundo tak banyak dinikmati banyak orang. Terbukti,
dalam sebulan, tempat ini hanya dikunjungi sekitar 1.100 orang. Jumlah yang
sangat kecil dibanding pesona yang dimiliki sebuah tempat wisata. Memang,
banyak kekurangan di sana-sini sehingga tempat ini masih belum memiliki daya
tarik untuk dikunjungi wisatawan.
Salah
satunya adalah akses jalan menuju lokasi. Selain sempit, kerusakan jalan juga
banyak ditemukan. Khususnya jalur dari Kecamatan Pungging melewati Desa
Kesemen. Sehingga, wisatawan yang berasal dari Kota Mojokerto harus memutar
melewati Kecamatan Ngoro untuk menghindari kerusakan jalan yang memang dalam
kondisi yang parah.
Untuk menuju
lokasi, wisatawan juga harus merogoh kocek yang cukup dalam untuk transportasi.
Pasalnya, tak ada angkutan umum yang melintas di jalur wisata ini. Bahkan pada
malam hari, wisatawan harus rela membayar Rp20 ribu jasa ojek hingga ke lokasi.
"Banyak
yang mengeluhkan transportasi," kata Sunaji.
Selain itu,
masih belum ada wisata pendukung yang bisa dijadikan wisata alternatif di
lokasi itu. salah satunya adalah penjualan suvenir. Satu-satunya kios suvenir
yang ada di lokasi itu telah mati. Juga wisata kuliner yang nyaris tak ada di
sekitar lokasi. Hanya beberapa warung kecil yang menyediakan makanan dingan.
Tak ayal, wisatawan hanya disuguhi pemandangan petirtan, tanpa ada wisata
tambahan.
Kepala Dinas
Pemuda, Olahraga, Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Mojokerto, Affandi Abdul
Hadi mengakui, memang banyak infrastuktur pendukung yang masih belum tersedia
di lokasi ini. Sehingga kata dia, lokasi petirtaan masih sulit dilirik
wisatawan.
"Kami
sedang menunggu investor agar tempat wisata ini bisa memberikan sajian lebih
nantinya," terang Affandi.
Dia juga
menyadari kondisi jalan yang rusak menjadi salah satu pemicu sepinya
pengunjung. Sejauh ini kata dia, pelebaran jalan masih terkendala dengan pihak
lain yang juga memiliki wewenang lokasi tersebut.
"Di
sini ada Perhutani dan BP3 yang juga ikut andil. Pihak Perhutani keberatan
adanya pelebaran jalan jika harus mengorbankan sejumlah pepohonan. Ini masih
kita pikirkan," pungkasnya.